Cerpen: Hati yang Terluka

Posting Komentar

 Cerpen Hati yang Terluka



Wajahnya tertelungkup, tertutup gerai rambut. Tubuhnya masih meringkuk di atas dipan kamar selama hampir tiga hari ini. Aku sudah mencoba merayunya untuk makan, tetapi ia selalu menolak.

“Makanlah, Dik. Kakak enggak mau kamu bertambah kurus,” ujarku sambil membelai rambut panjangnya.

Ia tetap bergeming.

Kurapikan rambut yang menutupi wajahnya. “Kakak tahu kamu sakit hati, tapi caramu ini hanya akan menambah rasa sakit itu. Dia akan semakin mentertawakanmu.”

Rosa—adik bungsuku yang berumur dua puluh lima tahun—baru saja dikhianati sang sahabat, yang bermain api dengan calon suaminya.

“Kakak mengerti perasaanmu. Toh, Kakak juga pernah mengalaminya sepuluh tahun yang lalu. Kamu harus tetap kuat, Dik. Tunjukkan pada mereka, bahwa kita bukan makhluk yang lemah!”

“Mereka enggak punya hati, Kak.” Rosa berkata lirih—hampir tak terdengar.

Kusentuh bahu Rosa, mengubah posisi tidurnya. Gadis itu akhirnya telentang, hingga bisa kulihat jelas matanya yang sembap. 

“Mereka akan menerima akibatnya. Tak ‘kan kubiarkan orang lain menyakitimu.” Aku tersenyum, berusaha menguatkan hatinya.

***

Pagi ini, kubuka tirai jendela kamar Rosa. Sinar mentari menerobos masuk, membuatnya menggeliat.

“Apa kabarmu?” tanyaku.

Rosa tersenyum, mengambil posisi duduk, lalu meraih kotak hitam yang semalam kuberikan padanya. “Terima kasih, Kak. Hari ini aku merasa bahagia.”

Rosa membuka kotak hitam itu, menatap isi di dalamnya dengan senyum kemenangan.

Kududuk di sampingnya, meraih remote kontrol televisi di nakas, lalu menekan tombol berwarna hijau. Menonton berita pagi.

“Polisi sedang menyelidiki motif pembunuhan sepasang kekasih yang terbunuh tadi malam di taman kota tua. Dada keduanya telah terbelah. Sepertinya, ada yang mengambil hati mereka. Namun, pihak kepolisian belum menemukan bukti yang kuat tentang siapa pelaku pembunuhan ini.”


🔪🔪🔪


Ugr, 14 Juni 2019

Related Posts

Posting Komentar