Iduladha yang Berbeda

Posting Komentar
Barusan baca pengumuman di wag blogspedia kalo ada challenge menulis di bulan Juli ini. Temanya tentang Iduladha, yang periode challenge-nya dimulai dari tanggal 4-25 Juli 2022. 

Duh, ke mana aja, Mak, kok bisa kelewatan?

Baiklah, nggak usah berpanjang kali lebar, segera kita eksekusi tulisannya. Btw, opening dihitung juga nggak, ya, jumlah katanya? 🤭

Di sini, aku enggak akan bahas apa itu Iduladha. Aku yakin teman-teman udah tau dan paham banget tentang salah satu hari raya Islam ini.

Aku cuma mau nulis tentang kegiatan apa saja yang aku lakukan pada hari raya itu. Sesuai tema blog ini, yang kubuat untuk melampiaskan memori yang sempat terlupa.

Baiklah, aku mulai. Bismillah.

Sebelumnya, aku mau minta maaf dulu, nih. Dikarenakan aku bukan penganut aliran tertentu yang ada dalam ormas Islam di Indonesia, jadi aku dan suami mengikuti jadwal Hari Raya Iduladha yang ditetapkan pemerintah, tepatnya Ahad, 10 Juli 2022.

Jujur, aku belum paham tentang ormas dan manhaj-manhaj. Meskipun ada salah satu teman yang mengingatkanku tentang hisabnya di akhirat kelak. Wallahu'alam. Yang aku tau, aku berusaha menjadi muslimah yang baik terhadap sesama. Urusan agama, itu urusanku sama Allah. Udah, ah, cukup ✌🏻

Perayaan Lebaran Haji tahun ini, dimulai dengan menemani Kinar pawai takbir keliling di TPQ tempatnya mengaji yang baru. Yap, aku terpaksa memindahkan TPQ-nya karena tempat yang lama kurasa udah terlalu jauh. Toh, Kinar juga enggak sekolah formal pagi lagi di tempat itu.

Tarling dimulai dari masjid besar TPQ, menuju Masjid Kauman Ungaran. Rombongan menyeberangi jalan raya, yang sedikit membuat kemacetan karena panjangnya peserta pawai.

Memutari Alun-alun Lama Ungaran yang saat itu lagi rame-ramenya orang. Maklum, malam Ahad. Kemudian, berjalan menyusuri jalur bus menuju TPQ.

Sesampainya di TPQ, dua pentas seni ditampilkan. Pertama, ada reog ponorogo yang pemainnya anak-anak muda. Nggak tau juga, kenapa harus reog. Aroma dupa menyengat hidung, membuat beberapa orang harus menutup hidung, termasuk aku dan Kinar. 

Pentas seni selanjutnya, penampilan dari santri-santri TPQ. Mereka menyanyikan takbir diiringi keyboard. Di sela menyanyi, ada yang baca puisi. Tapi sayang, karena udah banyak yang lelah, penampilan santri-santri ini hanya ditonton sebagian orang saja. Yang lain, udah pulang. Bener-bener, pada nggak bisa memberi apresiasi, ya.

Jam 9 malam, Kinar udah rewel minta pulang. Acara juga udah selesai. Beberapa kali nelpon Pakbud, nggak diangkat. Kuputuskan naik gojek.

Keesokan harinya, hanya Pakbud dan Kinar yang sholat Ied di masjid. Aku yang kebetulan lagi datang bulan, sibuk beberes rumah. Jam 9 harus turun ke Balai RT buat bantuin motong-motong daging. Mosok Bu Erte enggak kelihatan, kan enggak enak juga. Jaga pamornya Pakbud-lah. Haha.

Enggak juga, ding. Aku memang niat pengin bantu, sampe woro-woro ibu tetangga sebelah buat nyamperin. Alhamdulillah, acara potong-memotong selesai jam 11. Selanjutnya, serahkan ke bapak-bapak sama remaja buat mendistribusikan daging-daging kurban itu.

Acara ditutup dengan makan siang bersama sebelum dhuhur. Sayur lodeh, ayam goreng, sama tempenya Mbak Mar emang jos. Ditambah sambel nyonyor yang bikin mulut huh-hah.

Aku pulang dulu, ninggalin Pakbud sama Kinar yang main di rumah tetangga. Kebiasaan itu bocah, kesempatan main kalo bapak emaknya repot.

Hem, apa lagi, ya? Kayaknya cuma itu deh, memoriku tentang Iduladha tahun ini. 

Sama seperti tahun-tahun lalu, Iduladha kali ini nggak ada Funni sama Arya di rumah. Mereka udah balik pondok sehari sebelumnya. Hewan kurban di pondok udah banyak, jadi santri-santri yang dikaryakan buat bantuin. Barakallah, sekalian belajar, ya.

Doa lebaran ini, semoga kami segera berangkat ke Tanah Suci, untuk menjalankan ibadah haji besar ataupun haji kecil. Aamiin.

Salam,
kisahpisces

Related Posts

Posting Komentar