Cerpen: Kado Istimewa untuk Aden

Posting Komentar

 Kado Istimewa untuk Aden


   “Mak, dapet ini dari Rayhan.” Tangan kecil laki-laki berumur enam tahun itu mengulurkan sebuah undangan ulang tahun.

   Emak menerimanya dengan senyuman. Sekilas ia memandang Aden yang sedang melepas sepatu di kursi reyot di depan rumah. Anak kecil itu baru pulang dari sekolah. Ia Kelas B di Taman Kanak-kanak Pertiwi.

   Perempuan berumur tiga puluh tahun itu membuka perekat plastik yang membungkus undangan. Ia membaca dengan cermat.

   “Ulang tahunnya nanti sore, ya?” tanya Emak sambil terus menatap undangan bermotif robot kucing berwarna biru itu.

   “Iya, Mak. Nanti sore suruh ke rumahnya Rayhan.”

   Emak menghela napas. Ia berpikir akan memberi kado apa.

   “Aden makan dulu, ya. Emak udah masak tempe goreng,” kata Emak sambil merogoh saku dasternya, lalu beranjak keluar rumah.

   “Emak mau ke mana?” Aden bertanya.

   “Emak mau ke warung Mbak Ela dulu sebentar.”

   Di sepanjang perjalanan, Emak terus berpikir kado yang akan ia belikan untuk Rayhan. Uangnya tak cukup untuk membeli kado mahal. Namun, kalau Aden datang ke acara ulang tahun itu tanpa membawa apa-apa, pasti anak itu juga akan sedih.

   Keluarga Rayhan tergolong mampu di kampung ini. Wajar saja kalau setiap tahun, anak itu selalu merayakan hari kelahirannya.

   Mata Emak celingukan ketika sudah berada di warung Mbak Ela. Ia menyisir satu per satu mainan yang ada di sana. Rata-rata, harganya di atas sepuluh ribu.

   Emak benar-benar bingung. Sesekali menatap selembar uang kertas lecek yang ada di tangan. Kalau uang itu dibelanjakan untuk membeli mainan, besok Aden harus makan apa?

***

   Aden terlihat sedih ketika pulang dari rumah Rayhan. Kebetulan, sejak siang Emak harus menyetrika di rumah Bu Santi, jadi Aden harus berangkat sendiri. Lagi pula, Aden anak pemberani.

   “Kenapa, Den? Udah dapat banyak jajan kok sedih?” tanya Emak.

   “Mak, tadi Rayhan enggak mau nerima kado dari Aden,” ujar Aden sedih.

   “Kenapa?” tanya Emak lagi.

   “Kata Rayhan, kado Aden kecil, dia enggak mau. Terus yang nerima mamanya.”

   Emak hanya tersenyum getir. Tadi, ia ingin sekali membeli kado yang lebih besar, tetapi uangnya tidak cukup. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Emak hanya membeli sebuah sabun batang di warung Mbak Ela.

   “Nggak apa-apa, Den. Kan yang penting Aden udah datang ke ulang tahunnya Rayhan. Itu wajib karena Aden diundang.” Emak berusaha menghibur meski hatinya juga ikut terkoyak.

   “Tapi tadi teman-teman kadonya besar-besar, Mak.”

   “Meski kecil, yang penting kita ikhlas, Den.” Emak tersenyum. “Udah sana ke masjid. Udah azan!”

   Aden menghela napas. Wajahnya masih menggurat kesedihan.

   “Iya, Mak.” Akhirnya, Aden menjawab dengan lirih. Anak kecil itu segera mengambil sarung, lalu berjalan ke masjid dengan gontai.

   Aden memang sudah terbiasa ke masjid ketika magrib. Kemudian, ia mengaji hingga isya. Meski hidup kekurangan, Emak selalu mengajarkan keimanan padanya.

   Ketika sampai di rumah selesai salat Isya, Aden kembali menemui Emak yang sedang melipat baju.

   “Mak, Aden kok enggak pernah ulang tahun?” Mulut mungil itu mengerucut.

   Emak membingkai wajah Aden dengan kedua telapak tangannya. “Ulang tahun Aden masih lama.”

   “Oh, nanti kalo Aden ulang tahun, Aden mau kayak Rayhan, ya, Mak. Kadonya banyak.”

   Perempuan itu hanya mengangguk. Kemudian, menyuruh Aden segera tidur.

   “Sekarang, Aden cuci tangan, cuci kaki, dan gosok gigi, ya. Jangan lupa berdoa sebelum tidur.”

   “Iya, Mak.” Aden tersenyum, lalu beranjak menuju kamar mandi di belakang rumah. Setelah itu, ia masuk kamar.

   Emak juga sudah mulai menguap. Ia segera menyusul Aden ke kamar. Ada kesedihan yang mendalam ketika memandang anak semata wayangnya.

   “Ya Allah, terima kasih telah Kau panjangkan umurnya untuk tetap bersamaku. Jadikanlah ia anak yang saleh, cukupkanlah kebutuhannya, serta jauhkanlah ia dari rasa iri dengki. Berikanlah kami kekuatan untuk terus menjalani hidup ini di jalan-Mu.” Emak membelai lembut rambut Aden yang sudah terlelap. “Selamat ulang tahun, Sayang. Emak hanya bisa memberimu kado sebuah doa.”

   Emak mencium kening Aden, diiringi jatuhnya bulir bening yang menetes dari matanya.

-selesai-


Lomba Cerpen Ulang Tahun Gandjel Rel


Related Posts

Posting Komentar