Cerita Mini Misteri: Pintu

Posting Komentar

 Misteri pintu kamar


 Kabar mengejutkan datang dari seorang tetangga ketika aku sedang memasak. Dengan napas memburu dan wajah panik, dia mencari Mas Budi--suamiku.

 "Kenapa, Mas?" tanya Mas Budi setelah keluar rumah.

 "Mas Wawan ...," jawabnya dengan napas masih tersengal, "beliau meninggal."

 "Innalillahi wa innailaihi rojiun," ucapku dari dapur.

 "Tadi jam 8," terangnya lagi.

 Aku segera melihat jam yang terpajang di dinding. Baru 10 menit yang lalu.

 Sambil menunggu ayam yang aku goreng, mata dan telingaku masih berusaha menangkap pembicaraan mereka. Mas Budi dan tetangga sebelah itu segera membuat rencana untuk pengurusan jenasah. Kemudian, Mas Budi masuk ke rumah. Sepertinya dia akan bersiap-siap.

 "Makan dulu, itu udah ada yang matang!" seruku.

 Mas Budi segera mencuci tangan dan mengambil piring. Dengan nasi dan ayam goreng yang masih mengepul, dia tampak tergesa melahapnya.

 "Nggak usah buru-buru. Ditungguin-ditungguin," kataku.

 "Duh, nasi sama ayamnya panas semua." Mas Budi mengibas tangan kanannya.

 Tak sampai 5 menit, piringnya sudah bersih dari makanan. Dia segera mencuci tangan lagi, lalu mengambil masker.

 "Bapak mau ke mana, Bu?" tanya Kinar setelah melihat bapaknya keluar rumah.

 "Bapak ke rumahnya Pakde Wawan. Kinar nggak boleh rewel, ya. Bapak repot," jawabku.

 Rumah Mas Wawan ada di belakang. Satu-satunya akses ke rumahnya hanya lewat gang kecil di samping kanan rumahku.

 Segala persiapan pemakaman segera dilakukan. Bapak-bapak mengurus penggalian makam, memasang terpal di depan rumah Mas Wawan, mengambil kursi-kursi plastik di balai RT, juga keranda. Sementara, ibu-ibu meronce bunga di teras rumahku, dan sebagian lagi memasak di tetangga sebelah.

 Jenazah sampai di rumah duka sekitar pukul 11 siang, setelah disemayamkan di RS Genuk. Selesai salat Jumat, jenazah segera diberangkatkan ke peristirahatan terakhirnya menggunakan ambulans yang terparkir di depan rumahku.

 Pemakaman selesai menjelang waktu asar. Bapak-bapak kembali bergotong royong membersihkan segala sesuatunya. Kemudian, mereka beristirahat di teras rumahku sambil minum kopi dan pisang rebus.

 Mas Budi memanggil Kinar. Dia meminta ponsel yang hampir setengah hari dipegang gadis kecil itu. Namun, ketika sampai di teras, Kinar tiba-tiba menangis setelah digoda Pak RT.

 Kinar pun kembali ke rumah, lalu menuju kamar. Dia menangis sambil memeluk guling. Aku menyusulnya, lalu menggeser pintu agar kamar tak terlalu terbuka.

 Aku membelai rambutnya, berusaha menenangkan. Kuajak dia bercerita. Sesekali, gadis kecil itu tertawa mendengar ceritaku.

 Srek!

 Sebuah bunyi tertangkap telingaku. Namun, aku abaikan karena fokus mendengarkan Kinar yang menimpali ceritaku.

 Untuk kedua kali, bunyi itu kembali terdengar. Aku dan Kinar saling berpandangan. Ternyata, dia juga mendengarnya.

 "Pintunya kena angin, ya, Bu," katanya.

 Aneh. Jendela kamar tertutup rapat. Dari mana anginnya?

 Kami kembali bercengkerama, meski sesekali mataku menatap pintu. Aku penasaran dengan bunyi dan gerakan yang aneh itu.

 Kinar masih bercerita ketika aku benar-benar fokus menatap pintu yang semakin aneh itu. Gagangnya tertarik ke bawah dan pintu menutup sempurna!

 Kinar menutup mulutnya dengan tangan. Bukan karena takut. Justru dia cekikikan.

 "Bapak yang nutup pintunya, Bu," ucapnya di sela tawa.

 Mataku seolah tak berkedip ke arah pintu. Kudengar suara Mas Budi dari teras. Lelakiku itu masih mengobrol dengan bapak-bapak sambil sesekali terdengar tawa di antara mereka.

 Napas dan detak jantungku mulai terasa cepat. Bulu kuduk pun merinding. Namun, aku berusaha untuk tetap tenang. Allahu Akbar!

 Kinar yang rupanya tidak jadi mengantuk, aku ajak untuk mandi sore. Dia setuju. Gadis kecil itu segera bangun. 

 Di saat yang bersamaan, pintu tiba-tiba terbuka sendiri!

 Aku dan Kinar berpandangan lagi. Dia masih mengira bapaknya yang mainan pintu. Dengan tenang, gadis kecil itu melangkah menuju kamar mandi.

 "Ayo, Bu, katanya mandi!" serunya dari depan kamar mandi. Sementara, aku masih terpaku menatap pintu.

 

 Ungaran, 12 Februari 2021

Related Posts

Posting Komentar