Barakallahu Fii Umrik, Funni

Posting Komentar

Malam ini, waktunya nelepon Funni. Kemarin dia memang titip pesan kalo pengin ditelepon bakda maghrib.

Dari nada suaranya, jelas terdengar kalo dia lagi happy. Katanya, banyak yang ngucapin selamat ulang tahun. Funni juga bilang, makanan yang kubawakan kemarin terlalu banyak. Dia khawatir dengan keuanganku. 

Ah, janin 32 week itu sekarang udah 16 tahun. Aku jadi teringat kembali perjuanganku mengandungnya. Awal-awal menikah, keuangan kacau, rumah belum jadi--terpaksa tinggal di rumah yang masih berdinding bata merah dan berlantai tanah. Enggak apa-apa menurutku waktu itu, kan yang penting udah rumah sendiri. Kuliahku dan suami juga belum selesai. Hiks, komplet pokoknya.

Kandunganku mulai enggak beres menginjak bulan keenam. Aku sempat demam tinggi. Sebab itulah, Dokter Edi Wibowo, Sp.OG memberiku penguat kandungan. Seharusnya, aku harus benar-benar bedrest. Tapi apa mau dikata, aku tetap harus mengurus skripsi dan pekerjaan rumah.

Saat Ibu mengadakan acara mitoni (7 bulanan), aku justru mengalami pendarahan dan harus rawat inap di rumah sakit. Tiga hari di sana, ketubanku pecah. Tapi perawat yang kuberi tahu tidak mau peduli. Baru setelah pergantian shif, perawat jaga segera memberi tahu dokter tentang kondisiku. Bisa dibayangkan, ketuban udah pecah 15 jam sebelumnya.

Aku segera dipacu biar cepet kontraksi. Rasanya jangan ditanya lagi. Hanya ibu hamil yang mengalami ini yang tahu rasanya.

Setelah kontraksi hebat selama 2 jam akibat dipacu, akhirnya Funni lahir tepat azan dhuhur. Sementara aku masih di ruang VK, ibuku panik melihat kondisi gadis kecil itu. Dia begitu kecil dengan kaki melengkung. Ibu takut terjadi apa-apa dengan kakinya. Untungnya, dokter dan perawat menenangkan beliau. Itu biasa terjadi pada bayi prematur.

Pasca melahirkan, aku pulang ke rumah Ibu di Banyumanik. Funni dirawat Ibu selama 2 pekan, sedangkan aku harus mengurus diri sendiri--maklum, pertama kali melahirkan, jadi masih bingung.

Kami pulang ke Ungaran setelah 2 pekan itu. Kondisi rumah masih tetap sama, belum ada kelanjutan pembangunannya. Jadilah gadis itu tumbuh dalam keterbatasan ekonomi orang tuanya.

Alhamdulillah, semua bisa dilalui secara bertahap. Rumah jadi, Funni juga tumbuh baik, bahkan membanggakan kami dengan prestasi-prestasinya.

Tak hanya selalu 4 besar di kelasnya selama sekolah dasar, dia juga ikut kegiatan ekstrakurikuler yang beberapa kali mendapatkan juara. Prestasi individu terbaiknya ketika dia berhasil meraih Juara I Dokter Kecil di RS Ken Saras pada tahun 2017--kalo enggak salah.

Ketika di pondok pun, Funni selalu masuk 4 besar di kelas. Pernah meraih Juara II MHQ kategori 5 juz tahun 2020. Sekarang, dia sudah kelas X jurusan MIPA di MA Taruna Al-Qur'an. Semester gasal kemarin, dia berada di peringkat 3 dari 35 siswa di kelasnya.

Alhamdulillah, Funni juga masuk kepengurusan. Meski agak berat hati masuk sie bahasa, tapi aku selalu memotivasinya untuk tetap bertanggung jawab. Apa pun yang udah diputuskan oleh pihak pondok, pasti ada pertimbangan yang matang. Untungnya, dia juga dapat dukungan dari teman-teman dan ukhti-ukhtinya. Semoga Funni tetap menjadi perempuan tangguh yang bisa melalui semuanya dengan senyuman. :)

Banyak hal yang sebenarnya bisa diceritakan tentang Funni. Tapi sayangnya bukan untuk dikonsumsi publik, jadi di-skip aja. Oh, ya, satu hal yang perlu dicatat, bahwa tidak semua anak prematur akan mengalami "keterbatasan".

Salam sayang.

kisahpisces

Related Posts

Posting Komentar