Pagi ini, aku ke SD Induk lagi. Agendanya, pembentukan pengurus paguyuban kelas.
Sebenarnya malas juga kalo ada pembentukan pengurus kayak gitu. Aku lebih suka di belakang layar. Bukannya ge-er bakal dipilih, tapi seringnya memang gitu, sih.
Aku udah diam aja selama rapat. Seperti biasa, sering milih duduk di belakang.
Ketua I dan II udah terlewati. Begitu juga Sekretaris I dan II. Begitu Bendahara I terpilih, pandangan Ketua I mengarah padaku buat nunjuk Bendahara II.
Baiklah, Bu ....
Selesai rapat, aku buru-buru pulang karena Kinar pengin pup. Ah, padahal aku masih pengin ngobrol sama Bu Pebri, guru kelas Kinar.
Obrolan yang menarik. Putri sulung beliau diterima di Fakultas Hukum Undip, meski lewat jalur mandiri.
Awalnya, putri Bu Pebri mendaftar di IPDN. Keukeuh milih jalur kedinasan. Lolos semua tes, tapi harus gagal karena peringkat. Hanya 74 anak dari setiap provinsi. Kebetulan tes masuk IPDN bebarengan sama SBMPTN.
Aku nanya juga masalah biaya. Putri beliau masuk Hukum Undip tahun lalu. Biaya masuk 46 juta dengan 7 juta per semester. Ya Allah, mampukan kami ....
Kinar tiba-tiba berlari ke arah kami. Atas permintaannya itu, aku buru-buru pamit ke Bu Pebri.
Sampai di rumah, nggak banyak kegiatan yang aku lakukan. Hanya menunggu waktu mengantar Kinar ke TPQ.
Oh, ya, biasanya kan Pakbud yang antar jemput Kinar kalo Sabtu. Qadarullah, hari ini Pakbud harus lembur, dinas kantor ke Jogja dan diperkirakan pulang larut malam.
Bakda Isya', kami ke masjid RT, ada pengajian rutin. Hanya aku, Funni, sama Kinar.
Ustaz Syahrudin membahas tentang kebaikan. Salah satunya menjaga lisan. Kata beliau, dosa gibah itu lebih berat daripada dosa zina.
Jika dosa zina, kita cukup mohon ampunan pada Allah dan tidak mengulanginya lagi. Insyaallah Allah akan mengampuni.
Berbeda sama dosa gibah. Meski kita usah mohon ampun pada Allah dan minta maaf sama orang yang kita gibahin, belum tentu dosa kita udah hilang. Bagaimana kalo gibahan kita udah menjalar ke orang lain, dari mulut ke mulut? Itulah sebabnya dosa lisan lebih berat dari zina.
Di akhir kajian, selalu ada sesi tanya jawab. Karena mendekati Hari Raya Iduladha, beberapa warga menanyakan tentang daging kurban dan kaitannya dengan aqiqah.
Astagfirullah, ternyata pemahamanku salah selama ini. Aqiqah itu 'kewajiban' orang tua meski disunahkan. Jika orang tua nggak bisa mengaqiqahkan sampai si anak menikah, maka putus sudah kewajibannya.
Jika selama berumah tangga si anak ingin berkurban, nggak harus aqiqah dulu. Masanya udah lewat. Kecuali si anak pengin mengaqiqahkan dirinya sendiri.
Begitu juga dengan 'atas mama' hewan kurban. Bismillah, satu hewan kurban cukup mewakili 1 keluarga. Terserah mau diatasnamakan siapa. Wallahu 'alam.
Pulang pengajian, mataku udah berat. Tinggal Funni yang masih setia mantengin laptop. Sementara, aku pengin nemenin Kinar yang udah ketiduran di ruang tengah.
Posting Komentar
Posting Komentar