Cerpen: Putri Buruk Rupa

Posting Komentar
Pada zaman dahulu, ada seorang ratu cantik yang tinggal di istana. Ratu itu sedang mengandung seorang bayi. Namun, kehamilan ratu tidak disukai selir raja. Kemudian, selir itu meminta bantuan seorang penyihir jahat.

“Aku ingin anak dalam kandungan Ratu Hermosa terlahir buruk rupa,” kata Selir Malvida pada penyihir.

“Akan kupenuhi keinginanmu. Akan tetapi, ingatlah, kalau kau mengungkapkan kejahatan ini pada siapa pun, maka mantraku akan hilang,” sahut si penyihir.

Malam itu, di tengah derasnya hujan, si penyihir datang ke kamar Ratu Hermosa yang sudah terlelap. Dia membaca mantra, lalu meniupkannya ke perut ratu. Tak lama kemudian, ratu pun terbangun sambil memegang perutnya yang mulai terasa mulas.

Ratu Hermosa memanggil Dayang Bubu, meminta untuk segera dipanggilkan Baginda Raja dan tabib istana. Suasana istana menjadi hiruk pikuk menyambut kelahiran sang putri, termasuk Selir Malvida yang ikut masuk ke kamar ratu.

Alangkah terkejutnya mereka, melihat sang putri yang terlahir buruk rupa. Baginda Raja kecewa, lalu memerintahkan agar kabar ini tidak sampai ke telinga rakyatnya. Kemudian, meminta Dayang Bubu untuk membawa sang putri keluar istana dan melarang siapa pun untuk menemuinya. Ratu Hermosa menangis, menatap sang putri yang belum sempat digendongnya.

“Tunggu, Dayang Bubu”-Ratu Hermosa memberinya sebuah selendang rajut berwarna ungu untuk sang putri-“kuberi nama Putri Violeta. Jaga dia baik-baik!”

Dayang Bubu mengangguk, lalu bergegas meninggalkan Ratu Hermosa yang masih menangis.

Setahun berlalu, Selir Malvida melahirkan seorang putri cantik bernama Nadja. Baginda Raja sangat bahagia. Dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Putri Nadja dan Selir Malvida. Akibatnya, Ratu Hermosa larut dalam kesedihan, hingga akhirnya meninggal.

***

Tujuh belas tahun kemudian.

Di siang hari yang terik, pasukan prajurit berkuda sedang berburu di dalam hutan. Di antara mereka, terlihat Pangeran Tristan yang siap melesatkan anak panah ke arah seekor rusa yang melintas. Namun, kuda pangeran berlari terlalu cepat. Membuat ia terjatuh tak jauh dari gubuk Putri Violeta.

Para prajurit membawa Pangeran menuju gubuk itu. Diketuknya pintu yang terbuat dari kayu usang. Dayang Bubu segera menyuruh Putri Violeta memakai selendang ungu untuk menutupi wajahnya.

“Tolong, pangeran kami terjatuh dari kudanya. Dia membutuhkan pertolongan!” seru seorang prajurit.

“Masuklah, aku akan mengobatinya,” kata Putri Violeta.

Dengan segera, Putri Violeta meramu obat dari dedaunan di sekitar hutan. Kemudian, dioleskan ke kaki pangeran yang terluka. Pangeran menatap Putri Violeta dengan penasaran.

“Siapa namamu? Mengapa memakai selendang untuk menutupi wajahmu?” tanya Pangeran Tristan.

“Namaku Violeta. Wajahku buruk rupa, Pangeran,” jawab Putri Violeta.

“Mengapa kau tinggal di sini? Bukankah, di luar sana lebih indah?” tanya pangeran lagi.

“Aku belum pernah pergi dari hutan ini, Pangeran. Kata ibu, di luar sana sangat berbahaya.”

“Ikutlah denganku, akan kutunjukkan tempat-tempat yang indah untukmu,” ajak Pangeran Tristan.

Dayang Bubu tak sanggup menolak permintaan Putri Violeta untuk keluar dari hutan. Ia pun ikut serta.

Di sepanjang perjalanan, Putri Violeta sangat senang melihat pemandangan yang ia temui, hingga tibalah mereka di sebuah desa.

Putri Violeta turun dari kuda. Hatinya tergerak untuk membantu seorang perempuan tua yang sedang memanggul ranting-ranting kayu. Pangeran Tristan tersenyum melihatnya.

Hari sudah menjelang senja, Pangeran Tristan memutuskan untuk bermalam di desa itu.

***

Keesokan paginya, rombongan Pangeran Tristan melanjutkan perjalanan hingga tiba di sebuah pasar dekat istana.

“Hei, berikan apel-apel itu padaku!” Sebuah suara mengagetkan Putri Violeta.

Dia melihat seorang putri cantik memakai pakaian yang sangat indah, berbeda dengan pakaiannya yang lusuh.

“Kamu tahu siapa aku, ‘kan? Ayo, cepat, berikan apel itu!” bentak putri berbaju indah itu lagi.

Putri Violeta mendekat. “Mengapa kau kasar padanya?”

“Siapa kamu, beraninya bicara seperti itu padaku! Aku adalah Putri Nadja. Anak Baginda Raja penguasa negeri ini.”

“Kamu tidak boleh membentak orang, apalagi pada orang yang lebih tua darimu. Itu tidak sopan!” seru Putri Violeta.

“Beraninya kau mengguruiku!” Putri Nadja menarik selendang ungu penutup wajah Putri Violeta.

Putri Nadja terkejut, tetapi kemudian tertawa terbahak-bahak. “Wajahmu seperti kera!”

Pangeran Tristan pun terkejut. Namun, kebaikan hati sang putri telah membuatnya kagum. Pangeran mengambil selendang ungu yang dibuang Putri Nadja, kemudian diberikan pada Putri Violet.

“Kau benar-benar keterlaluan, Putri Nadja!” seru Pangeran Tristan.

“Kalian tidak suka? Pergi saja dari sini!” hardik Putri Nadja seraya meninggalkan mereka.

“Terima kasih, Pangeran.” Putri Violeta kembali memakai selendangnya.

“Mari, ikut aku ke istana!” ajak Pangeran Tristan.

“Ja-jangan, Violeta! Jangan masuk istana!” seru Dayang Bubu.

“Mengapa, Ibu? Aku belum pernah masuk istana. Kumohon ... izinkan aku ikut pangeran,” kata Putri Violeta.

Dayang Bubu menghela napas. Dia takut sesuatu yang buruk akan menimpa Putri Violeta jika Baginda Raja tahu siapa gadis buruk rupa itu.

Pangeran dan rombongannya meminta izin pada penjaga gerbang untuk menghadap Baginda Raja.

“Selamat datang, Pangeran Tristan. Aku sudah menunggumu sedari tadi,” sapa Baginda Raja.

“Terima kasih, Baginda. Ini ada cinderamata dari ayahku.” Pangeran Tristan menyerahkan tiga koin emas bergambar kepala singa yang dibuat khusus untuk raja.

“Putri Nadja, sapalah Pangeran Tristan. Dia calon suamimu,” kata Baginda Raja.

Putri Nadja terkejut, ternyata lelaki yang ditemuinya di pasar tadi adalah Pangeran Tristan.

“A-apa kabar, Pangeran?” sapa Putri Nadja dengan tergagap.

“Maaf, Baginda, setelah kejadian di pasar tadi, aku tidak ingin lagi menikahi Putri Nadja. Dia memang cantik, tetapi hatinya jahat,” kata Pangeran Tristan.

“Oh, rupanya tadi kalian sudah bertemu. Ada masalah apa di pasar?” tanya baginda.

“Putri Nadja telah meminta paksa apel dari seorang pedagang tua dan dia juga metertawakan wajah temanku,” jelas sang Pangeran.

“Benarkah begitu, Putri Nadja?”

“Tidak benar, Ayah!” seru Putri Nadja.

“Ternyata hatimu lebih buruk dari wajah Violeta,” kata Pangeran.

Baginda Raja dan Ratu Malvida terkejut mendengar nama itu.

“Mana temanmu itu?” tanya Ratu Malvida.

Pangeran Tristan mengajak masuk Putri Violeta. Tampak sekali lagi wajah terkejut Baginda Raja dan Ratu Malvida mengenali selendang ungu itu.

“Kamu?” Ratu Malvida mendekati Putri Violeta.

“Ya, dia Putri Violeta!” seru Dayang Bubu dari belakang.

“Hah! Kamu masih buruk rupa seperti dulu. Ternyata, mantra si penyihir masih melekat di wajahmu,” kata Ratu Malvida.

“Apa kau bilang? Kau yang telah menyihir wajah Putri Violeta menjadi seperti ini?” Baginda Raja sangat marah pada Ratu Malvida.

“Bukan seperti itu, Baginda! Maksudku ....” Ratu Malvida panik, tanpa sengaja dia mengungkap sendiri kejahatannya.

“Kalian berdua sungguh kejam. Pengawal, kurung Ratu Malvida dan Putri Nadja di ruang bawah tanah!” perintah Baginda Raja.

Dengan sigap para pengawal membawa keduanya keluar dari ruangan. Baginda Raja mendekati Putri Violeta, lalu membuka selendang ungu yang masih menempel di kepala sang Putri. Seketika itu pula, mantra penyihir jahat lenyap. Bahkan, wajah Putri Violeta terlihat lebih cantik dari Putri Nadja.

--o--


Oleh: Dini Verita

*Telah dibukukan dalam buku "Dunia si Kecil"
Pena Kreatif Publishing, 2020

kisahpisces

Related Posts

Posting Komentar